Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan hal itu dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Jakarta, Rabu (29/5). Burhanuddin menjelaskan, angka Rp 300 triliun itu setelah dilakukan hitung ulang bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ahli. Nilai kerugian meliputi ketugian ekologis, ekonomis, dan rehabilitasi lingkungan.
"Hasil penghitungannya cukup lumayan fantastis, yang semula kita perkirakan Rp 271 T, namun setelah dilakukan perhitungan ulang secara cermat ternyata mencapai sekitar Rp 300 T," ujar Jaksa Agung.
Ia menjelaskan penyidikan kasus ini telah masuk tahap terakhir. Pekan depan berkas kasusnya akan masuk ke pengadilan. "Tentunya untuk teman-teman ketahui bahwa perkara timah telah memasuki tahap akhir pemberkasan. Saya mengharapkan dalam seminggu ke depan sudah dilimpahkan ke pengadilan," katanya.
Sementara itu, Jampidsus Febrie Ardiansyah menyebut angka kerugian negara ini rii, bukan lagi potensi. Nilai Rp 300 triliun itu akan dibawa ke persidangan dengan kualifikasi kerugian negara, bukan lagi potensi kerugian perekonomian negara.
"Tapi kami dapat sampaikan pembukaannya bahwa angka yang tadi disebut sebesar Rp 300 triliun sekian, ini masuk dalam kualifikasi kerugian negara," kata Febrie.
Pada 19 Februari 2024 lalu, ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengungkapkan setidaknya terdapat kerugian kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) akibat penambangan ugal-ugalan ini sebesar Rp 271 triliun. Angka ini, ia menambahkan, adalah perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.
Rinciannya adalah kerugian lingkungan ekologis hutan Rp 157,83 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,276 triliun, untuk pemulihan Rp 5,257 triliun. Total kerugian untuk kawasan dalam hutan saja adalah Rp 223,3 triliun.
"Dan kemudian yang non-kawasan hutan biaya kerugian ekologisnya Rp 25,87 triliun dan kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 tiliun, dan biaya pemulihan lingkungan itu adalah Rp 6,629 triliun. Jadi total untuk yang nonkawasan hutan APL adalah Rp 47,703 triliun," Bambang menjelaskan dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung saat itu.
Diketahui, Kejagung total telah menetapkan 21 tersangka. Mereka adalah:
Tersangka Perintangan Penyidikan:
1. Toni Tamsil alias Akhi.
Tersangka Pokok Perkara:
2. Suwito Gunawan, Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
3. MB Gunawan (MBG), Direktur PT SIP.
4. Tamron alias Aon, beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV Venus Inti Perkasa (VIP).
5. Hasan Tjhie, Direktur Utama CV IP.
6. Kwang Yung alias Buyung, mantan Komisaris CV VIP.
7. Achmad Albani, Manajer Operasional Tambang CV VIP.
8. Robert Indarto, Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS).
9. Rosalina, General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
10. Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT).
11. Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama PT Timah 2016-2011.
13. Emil Ermindra, Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018.
14. Alwin Akbar, mantan Direktur Operasional dan eks Direktur Pengembangan Usaha PT Timah.
15. Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
16. Harvey Moeis, perpanjangan tangan dari PT RBT.
17. Hendry Lie, beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN.
18. Fandy Lie, Marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie.
19. Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019.
20. Rusbani, Plt Kadis ESDM Bangka Belitung Maret 2019.
21. Amir Syahbana, Plt Kadis ESDM Bangka Belitung.
sumber publicapublica